Membaca, Mengerti, Menghafal, dan Mengamalkan Al-Qur’an
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang di dalamnya umat Islam banyak melakukan peningkatan pelaksanaan ibadah, salah satunya membaca Al-Qur’an. Banyak yang bertanya, mana yang lebih utama membaca, mengerti, menghafal, atau mengamalkan. “Percuma membaca kalau tidak mengerti”, “Mengerti saja tidak cukup, harus diamalkan”, dan masih banyak lagi kalimat yang menanggapi pertanyaan di atas.
Menurut yang saya pahami selama ini, membaca – menghafalkan – mengerti – mengamalkan mempunyai dimensi yang berbeda sehingga mempunyai manfaat yang berbeda pula.
Faidah Membaca
Membaca Al-Qur’an, jika dilakukan dengan bersuara dan makhrajul huruf serta tajwid yang benar, akan menghasilkan energi yang sesuai dengan huruf dan kombinasi huruf (ayat) yang dibaca. Ada energi yang tersimpan dalam dalam frekuensi masing-masing huruf dan ayat. Makanya, membacanya harus dengan makhraj (pelafalan) dan tajwid (panjang pendek) yang benar.
Makhrajul huruf berarti keluarnya suara dalam melafalkan huruf harus dari alat ucap dan kombinasi alat ucap yang benar, misal bibir, tenggorokan, ujung lidah, dll. Setiap huruf hijaiyah tersebut akan menghasilkan frekuensi berbeda-beda sehingga menghasilkan energi yang berbeda pula. Entah kenapa hal ini tidak terlalu nyata pada huruf-huruf latin. Dari beberapa hadits dikatakan bahwa: Barangsiapa membaca satu huruf daripada Kitabullah maka baginya satu kebajikan dan setiap kebajikan sepuluh kali gandanya (HR Ibnu Mas’ud). Bahkan ada yang bilang bahwa di setiap huruf Al-Qur’an ada malaikat penjaganya. Menurut saya, malaikat dapat juga dianalogikan dengan power atau daya. Artinya, dalam setiap huruf ada powernya.
Tajwid berarti cara membaca kombinasi huruf-huruf hijaiyah yang disusun menjadi ayat misal panjang, pendek, dengung, dll. Cara membaca yang benar ini akan menghasilkan energi yang sesuai dengan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Makanya, jika kita rajin berdzikir dengan ayat Al-Qur’an dengan makhraj dan tajwid yang benar kita akan memperoleh energi yg sesuai dengan ayat itu, salah satunya kita menjadi tenteram (baca Q.S. 13:28).
Kalau membacanya asal-asalan, ya tidak dapat energinya sehingga dzikir kita rasanya tidak memberi manfaat apa-apa bagi diri kita. Makanya, kita harus mempelajari makhraj dan tajwid kalau ingin mendapatkan manfaat maksimal dari membaca Al-Qur’an.
Begitu pula dengan mendengarkan. Jika kita mendengarkan orang membaca Al-Qur’an dengan benar, maka kita pun mendapatkan energi yang sama, karena energi yang dibaca memancar ke mana-mana. Ini sesuai pula dengan dalil bahwa mendengarkan orang membaca Al-Qur’an mendapatkan pahala yang sama dengan yang membaca.
Yang lebih penting, membaca merupakan gerbang untuk mengerti.
Faidah Mengerti
Jika kita membaca sekaligus mengerti arti yang kita baca, maka manfaat yang didapat ada di dimensi pikiran bawah sadar/akhlaq. Persyaratan awal yang dibutuhkan adalah keyakinan akan kebenaran Al-Qur’an. Perhatikan bahwa ayat pertama surat Al-Baqarah memastikan bahwa kitab Al-Qur’an itu “tidak ada keraguan” di dalamnya. Jadi pertama-tama, kita harus yakin 100% terhadap informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an, barulah kita bisa mendapatkan manfaatnya.
Jika kita mengerti apa yang dibaca dan kita yakin akan kebenarannya, maka pintu critical area pikiran bawah sadar menjadi terbuka, sehingga informasi dari Allah langsung masuk ke pikiran bawah sadar dan tersimpan sebagai akhlaq. Pada saat kita menghadapi situasi seperti yang terjadi pada ayat tersebut, otomatis kita bereaksi sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an (ingat: akhlaq adalah reaksi spontan terhadap suatu kejadian tanpa dipikir lagi).
Pikiran sadar, analogi organ fisiknya adalah otak, berada di kepala. Sedangkan pikiran bawah sadar/akhlaq, analogi organ fisiknya adalah hati/jantung (selama ini kita salah kaprah menyamakan hati dengan liver) yang letaknya di dada. Perhatikan hadits nabi Muhammad SAW yang bersumber dari Aisyah ra. bahwa Akhlaq Rasulullah adalah Al-Qur’an. Dan, Al-Qur’an itu tersimpan dalam dada (Q.S. 75:17-18).
Maka, jika ingin Al-Qur’an itu menjadi akhlaq kita, membacanya harus mengerti dan penuh keyakinan akan kebenaran Al-Qur’an.
Faidah Menghafal
Menghafal Al-Qur’an, selain membuatnya tersimpan dalam dada (jika dilakukan dengan mengerti dan yakin), juga berguna bagi dimensi pikiran sadar. Pikiran sadar bisa berkreasi. Dengan menghafal teks asli Al-Qur’an, kita tidak terpaku pada satu macam penafsiran saja. Ketika kita menemui persoalan yang tidak ada solusinya dalam pengertian Al-Qur’an yang sebelumnya kita pahami, kita dapat kembali kepada teks asli Al-Qur’an dan bisa menafsirkan ulang, kita bisa melihat dari berbagai sudut pandang dan waktu, sehingga saya yakin solusi persoalan hidup akan selalu didapatkan dalam Al-Qur’an. Bukankah Al-Qur’an itu petunjuk hidup manusia sampai akhir zaman?
Makanya, setiap buku tafsir Al-Qur’an wajib juga menyertakan teks asli yang berbahasa Arab, agar pembaca dapat selalu merujuk ke sumber aslinya dan bisa menguji kesimpulan dari para pembuat tafsir. Jadi di sini kita juga dapat melihat bahwa sebenarnya Al-Qur’an itu bersifat terbuka. Penafsiran Al-Qur’an tidak boleh tergantung kepada satu orang, karena latar belakang, ilmu, waktu hidup orang berbeda-beda, sehingga penafsirannya pun mungkin berbeda dengan kondisi dan zaman kita sekarang ini.
Faidah Mengamalkan
Sebenarnya, kalau Al-Qur’an sudah “tersimpan” dalam dada, sudah menjadi akhlaq, maka otomatis kita akan mengamalkan Al-Qur’an itu secara spontan. Dengan mengamalkan, faidah yang didapat berada di banyak dimensi. Ketika mengamalkan, persoalan hidup selesai, hidup menjadi sejahtera, orang lain tersejahterakan, dunia menjadi rahmat, atau terjadi rahmatan lil ‘alamin. Pikiran bawah sadar tambah yakin, makin tertanam dalam dada. Makin semangat membaca dan mengahafal, energi makin bertambah, dan seterusnya.
Jadi, mengamalkan akan terasa ringan dan bahkan spontan, kalau Al-Qur’an sudah menjadi akhlaq. Dan bisa menjadi akhlaq, kalau kita mengerti. Mengerti didapat dari membaca. Maka, mulailah dari membaca: “Iqra’”.
Semoga bermanfaat.