Khatam Qur’an (1)
Rangkaian acara dimulai dengan diselenggarakannya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), perlombaan mengaji di antara anak-anak murid yang khatam Qur’an. Tahun ini 82 anak yang terdiri dari 42 laki-laki dan 40 perempuan, menamatkan pelajaran mengaji mereka di perguruan ini. Sekitar 80%-nya adalah anak-anak rantau. Di kampung kami memang ada tradisi yang mewajibkan anak-anak rantau usia 9-10 tahun untuk belajar mengaji setahun penuh di kampung. Sekolah mereka pun pindah ke sana untuk setahun.
Ruangan kelas yang biasanya untuk mengaji didesain sedemikian rupa, diberi podium berkaca untuk peserta yang mendapat giliran tampil. Sound system disiapkan untuk mengumandangkan kaji peserta di dalam dan luar ruangan.
Setiap peserta yang beberapa hari sebelumnya diberi nomor peserta, harus menunggu giliran dipanggil berdasarkan undian oleh panitia. Annabella (Abel) mendapat nomor peserta 9 dan Badar nomor 17. Saya sudah mempersiapkan diri dengan kamera dan handycam untuk merekam momen-momen berharga ini, yang hanya terjadi sekali seumur hidup.
Acara dimulai sekitar jam 08 pagi dengan sambutan-sambutan dari guru-guru mengaji dan juri. Sekitar jam 10 Abel mendapat giliran mengaji, saya abadikan dengan kamera momen dia dipanggil hingga turun dari podium.
Badar yang tampaknya sudah bosan menunggu giliran, mengeluh sakit perut. Setelah perutnya dioles minyak kayu putih oleh oma-nya (bibi istri saya) dan diberi snack, dia kembali duduk di tengah-tengah peserta.
Sampai jam istirahat siang jam 12, Badar belum juga dipanggil. Seluruh peserta mendapat jatah makan siang dari perguruan. Untuk keperluan acara ini, panitia memotong seekor kerbau, digulai dan dirangkai dengan nasi bungkus. Sementara itu, saya pulang ke rumah untuk makan siang juga.
Di rumah, makan siang belum siap hingga mendekati jam 1 siang. Saya mulai ragu, apakah akan makan di rumah sekarang, atau nanti saja, mengingat jam 1 acara MTQ akan dimulai kembali. Ibu saya pun sudah mewanti-wanti, jangan sampai kita kecolongan, jangan-jangan Badar dipanggil tampil yang pertama setelah jam istirahat.
Karena disuruh makan dulu oleh mertua (bibi istri saya), akhirnya saya memutuskan untuk makan dulu. Sebelumnya, saya telepon dulu oma-nya anak-anak yang masih menemani di tempat MTQ. Kata oma, Badar sudah makan dan siap tampil, dan oma akan pulang dulu. Saya agak tenang dan mulai makan.
Di tengah-tengah menyuap makanan, oma menelepon lagi memberi tahu bahwa Badar mendapat giliran tampil pertama setelah jam istirahat. Saya kaget, dan langsung menyambar kamera, lari ke tempat MTQ yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah. Walaupun tangan belum sempat dicuci, masih berlumur sambal, saya tidak perduli yang penting saya bisa merekam momen penting ini seperti merekam Abel tadi pagi. Tapi, di tengah perjalanan, dari speaker yang mengarah keluar terdengar panggilan untuk peserta nomor lain, artinya Badar sudah selesai tampil dan turun dari podium. Saya pun lemas, berdiri mematung di tengah jalan. Kecewa. Menyesali diri sendiri, kenapa tidak mengindahkan perasaan dan kata-kata ibu saya.
Saya menyesal sekali, kecewa berat, sudah jauh-jauh pulang kampung untuk momen sekali seumur hidup ini mendengarkan anak-anak saya mengaji di podium, ternyata sudah sedekat ini, luput dari jangkauan saya. Saya berbalik pulang dan terpekur di kursi. Nafsu makan saya hilang sudah.
Mungkin ini yang disebut: untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Akhirnya, untuk mengobati kekecewaan saya, setelah acara MTQ selesai jam 4 sore, saya minta Badar untuk berpose sejenak di podium, juga Abel. Malamnya, saya minta Badar untuk mengaji di rumah dan saya rekam dengan handycam.
Mudah-mudahan, ini tidak menjadi kenangan buruk bagi Badar.
Video pelaksanaan MTQ ini bisa dinikmati di bawah ini:
Alhamdulillah mancaliaknya ambo takana kito ambo ikut khatam alquran tahun 1978 tari kasih yo….
wah, kmaren kok aku ga ditunjukkin videonya abel n badar ngaji da??
liat dunk….