Kenyamanan Naik Kereta Api Ekonomi Dimanfaatkan Oknum Petugas Stasiun
Pagi ini saya mengantar anak-anak liburan ke rumah nenek mereka di Serua, Ciputat, Tangsel. Dari Haurgeulis, Indramayu kami naik kereta api ekonomi Tegal Arum menuju stasiun Jatinegara, Jakarta. Nyaman juga naik kereta ekonomi sejak 1 Oktober 2011 ini, karena tiket yang dijual sesuai dengan jumlah tempat duduk, sehingga secara resmi tidak ada penumpang yang berdiri. Perjalanan menjadi jauh lebih nyaman daripada sebelum-sebelumnya.
Namun, kondisi kenyamanan ini (baca: tiket yang terbatas) ternyata dengan licik di-“manfaat”-kan oknum petugas stasiun (yang saya amati di stasiun Haurgeulis, Indramayu) untuk mengambil keuntungan lebih dari penumpang. Berikut modusnya:
- Tiket normal tujuan Jakarta resminya dijual di loket seharga Rp 13.000. Tapi, kalau kita tidak membeli dengan uang pas, biasanya “tidak ada kembalian” sehingga harga tiket menjadi Rp 15.000.
- Tiket ekonomi yang katanya (menurut spanduk yang dipajang di stasiun) dapat dipesan 7 hari sebelum keberangkatan, hanya bisa dipesan 5 hari sebelum keberangkatan, alasannya: sistem di komputer hanya bisa digunakan untuk memesan 5 hari sebelumnya. Itu pun sering dikatakan “habis”.
- Anehnya, pada hari-H keberangkatan beberapa orang yang biasa “berkeliaran” di sekitar stasiun (seperti tukang parkir, tukang asongan, bahkan ada yang berseragam Dephub) berubah menjadi “calo” dan menawarkan kepada calon penumpang yang belum punya tiket untuk membeli dari mereka. Harganya? Rp 25.000/lembar ! Penumpang yang kepepet akhirnya mengalah dan membeli tiket yang harganya dua kali lipat harga normal itu, karena menurut petugas loket tiket sudah habis terjual.
- Lebih aneh lagi, ketika calon penumpang sudah sepakat membeli tiket yang harganya dua kali lipat itu, dan menyerahkan uangnya, si “calo” bergegas masuk ke loket (kemudian terdengar suara printer seperti mencetak tiket) lalu keluar membawa tiket. Loh? sepertinya “calo”-nya tidak cukup modal ya, tiketnya bukan dibeli terlebih dahulu pakai uang mereka, tetapi ….. apakah ada “permainan” dengan oknum petugas stasiun? Wallahu a’lam….
Wah wah wah, saya prihatin sekali, ternyata budaya “korupsi”, atau memanfaatkan kesusahan orang lain untuk mengambil keuntungan pribadi bukan hanya milik “orang-orang besar” di kota saja, tapi sudah mulai masuk kampung. Jadi, korupsi pun kini sudah masuk kampung.
Mudah-mudahan, anak istri mereka yang diberi makan dari uang “rejeki nomplok tersebut” tidak ikut kebagian dosanya.
Apakah kondisi ini hanya terjadi di Haurgeulis saja? Anda punya pengalaman lain? Silakan di-share ya …..
[…] Happy to share my feelings « Kenyamanan Naik Kereta Api Ekonomi Dimanfaatkan Oknum Petugas Stasiun […]