Khatam Qur’an (3)
Jam 8.30 ketika acara masih belum dimulai, tiba-tiba lampu (listrik) padam. Gelap gulita. Untung ada beberapa orang bapak yang membawa senter. Antisipasi kalau lampu mati katanya. Memang, beberapa pekan ini, desa kami sering mendapat giliran pemadaman listrik, biasanya sampai 2 jam. Payahnya, ternyata panitia tidak secerdas bapak-bapak tadi, mereka tidak mempersiapkan genset satu pun, padahal hampir setiap mesjid di sana ada genset.
Maka, kalang kabutlah panitia. Panitia yang baru sedikit tadi tampak bingung akan berbuat apa, ingin memanggil teman mereka tidak bisa, pengeras suara tidak berfungsi. Setelah beberapa saat, berdatanganlah pemuda-pemuda panitia, sibuk berdiskusi bagaimana mengatasi hal ini. Kemudian, beberapa orang berinisiatif mencari genset, ada yang ke mesjid terdekat, mesjid Kapalo Koto, ke Babuai, bahkan ke Biaro yang agak jauh. Tapi, sampai jam 10 malam, genset yang dicari tidak ada, mungkin sudah keduluan TPA lain.
Sedang bingung-bingungnya panitia, apakah acara dibatalkan saja atau tunggu lampu menyala, jam 10.20 lampu menyala kembali. Semua orang bersorak gembira, tapi masih belum jelas apakah acara tetap diteruskan. Panitia kembali memanggil teman-temannya agar berkumpul. Kira-kira jam 11 malam, barulah ada keputusan, acara tetap dilanjutkan mengingat banyak peserta dan orang tua yang sudah datang jauh-jauh dari desa Lasi, bahkan dari kota Bukittinggi yang jaraknya 10 kilometer lebih.
Acara dimulai dengan sambutan-sambutan berbagai pihak, mulai dari guru, orang tua murid, tetua kampung, dan terakhir ceramah dari ustadz setempat yang ternyata tidak bisa hadir, kemudian digantikan oleh pak juri. Di akhir ceramahnya, pak juri menghimbau para hadirin dan orang tua murid untuk ikut menyumbang uang demi perbaikan bangunan sekolah/perguruan TPA ini yang rencananya dilakukan bulan Agustus 2008. Kira-kira biaya yang dibutuhkan 250 juta rupiah. Langsung saat itu juga diedarkan kotak dan plastik untuk menerima sumbangan dari para hadirin. Saya ikut juga berpartisipasi sedikit, saya buka dompet ambil uang, langsung dilipat-lipat, tutup dompet lagi, masukkan uang ke kotak. Selesai.
Jam 12 malam lewat acara sambutan dan ceramah selesai dilanjutkan pengumuman juara lomba MTQ kemarin siang. Oleh pak juri dikatakan, peringkat juara dikategorikan dengan A-B-C-D untuk laki-laki dan begitu pula untuk perempuan. Kelompok A, yang nilainya terbaik berjumlah 10 orang, demikian juga kelompok-kelompok lain, kecuali kelompok D laki-laki jumlahnya 12 orang. Saya khawatir juga dengan anak kedua saya, Badar, yang sering bolos belajar mengaji, apalagi kemarin saya tidak sempat melihat performanya di atas podium, jangan-jangan peringkat terakhir ? Soalnya, bapaknya dulu juga cuma peringkat 3 ( … dari terakhir 🙂 ).
Pembacaan pengumuman dimulai dari peringkat terakhir, kelompok D, laki-laki dulu kemudian perempuan. Setiap nomor peserta dibacakan saya menahan nafas, sampai akhirnya kelompok D selesai dibacakan semua. Alhamdulillaah, Badar tidak termasuk di dalamnya. Kemudian dibacakan mereka yang masuk kelompok C, dibaca 5-5. 5 orang yang pertama, masih tidak disebut nomor Badar. Saya berharap dia bisa masuk minimal kelompok B. Tapi, ternyata nomornya dipanggil di urutan ke-8 kelompok C, berarti urutan ke-22 dari 42 murid laki-laki. Lumayanlah….
Alhamdulillaah. Badar maju ke depan dengan polosnya, mungkin juga karena mengantuk karena sudah hampir jam 1.30 pagi. Badar menerima hadiah dengan bungkus sampul coklat berukuran besar. Setelah berfoto sejenak, dia dan 4 temannya kembali duduk.
Sampai jam 2 lewat, nomor Abel belum juga dibacakan, mudah-mudahan bisa 3 besarlah. Alhamdulillaah, ternyata Abel bisa meraih peringkat 4 perempuan. Ketika dia maju, orang tuanya pun diminta tampil juga ke depan. Sejak pengumuman peringkat 5 baik laki-laki atau perempuan, orang tua diminta ikut tampil bersama putra/putrinya. Peringkat 5 sampai 1, peserta mendapat piala dan cincin emas serta hadiah tambahan lainnya.
Umunya hadiah tambahan tersebut terdiri dari jam dinding, jam tangan, sajadah, buku, tas sekolah, kain, dan sejenisnya.
Juara I putri diraih peserta dari desa Talago, sedangkan juara I putra diraih peserta dari Tanjung Alam Bukittinggi.
Jam 2.30 dinihari acara selesai, seluruh peserta menghambur keluar, setelah bersalaman dengan para guru dan juri, saya pun pulang mengajak kedua anak saya dan oma mereka. Sesampainya di rumah, ketika hendak meletakkan dompet, saya melirik isinya sebentar, lho koq SIM C tidak ada ? Setelah cari sana-sini barangkali jatuh di saku celana atau di tas kamera, tidak ada juga.
Saya pasrah, kemungkinan besar SIM tersebut terjatuh saat saya mengeluarkan uang dengan terburu-buru untuk sumbangan pembangunan di perguruan tadi. Hmm, jangan-jangan sumbangan saya terlalu sedikit ya, makanya ditegur Allah dengan hilangnya SIM saya.
pak, saya dedi di balai gurah , pengurus TPA A II jg, kalau bisa ditambah lagi rumbik tentang Perguruan kita buat sekalian promosi…, kalau mengenai TPA ada file nya… Trms
Boleh juga tuh, kalau ada file-filenya bisa dikirim ke surat@alfisatria.com
huehehe…wah abel hebat euy bisa di peringkat ke-4 boo.. pasti ngajinya da jago kemana2 dah.. ga kayak nte dewinya..(malu mode on)…
ternyata badar boleh juga ya da, aku denger dari mama kan sering alesan tu… eh, jago juga..
salut deh da!! jadi taun depan ato taun ini giliran nana ney???