Menyatukan Niat, Pikiran, Perasaan, dan Perbuatan
Jika semua potensi dalam diri kita “inline“, apapun yang kita inginkan, bayangkan, minta, pasti cepat terkabul. Makanya, kita disarankan untuk berhati-hati dalam berniat, dalam berdo’a, dalam berkhayal, bahkan dalam berucap. Jangan sembarangan berkata sesuatu jika kita tidak ingin hal itu menjadi nyata. Kata orang-orang tua zaman dulu: “Hati-hati bicara, kalau malaikat lewat dan meng-amin-i ucapanmu, nanti bisa kejadian.”
Inline yang saya maksud di sini adalah ketika kita berniat, selaras dengan pikiran, selaras dengan emosi/perasaan, dan selaras dengan tindakan kita. Misalnya, jika kita berniat mendapatkan nilai A, pikiran kita membenarkan, perasaan kita gembira, biasanya niat tersebut akan terwujud. Sebaliknya, jika kita berniat mendapatkan nilai A, pikiran kita menolak (“ah, tidak mungkin saya mendapat nilai A”), perasaan kita merasa khawatir kita mendapat nilai C, maka biasanya yang kita dapatkan adalah nilai C.
Contoh lain, jika kita bekerja sebagai guru, kemudian kita bercita-cita memiliki mobil bagus, apakah bisa?
Kebanyakan dari kita berpikir jadi guru gajinya kecil, mana mungkin bisa memiliki mobil bagus. Perasaan juga ikut khawatir, bagaimana nanti jika kita tidak bisa memiliki mobil bagus, sementara itu kita tetap bekerja sebagai guru. Apa yang terjadi?
Ya betul, kita tidak akan pernah mempunyai mobil karena komponen-komponen diri kita tidak inline.
Sebaiknya, jika kita berniat mempunyai mobil bagus sementara kita “hanya” menjadi guru, ada dua pilihan: kita meng-inline-kan komponen diri kita, atau pindah kerja. Pindah kerja pun bukan pekerjaan gampang. Kita harus mencari pekerjaan yang menurut pikiran kita bisa memberikan kita mobil bagus. Ujung-ujungnya, ketika pindah kerja pun pada dasarnya mencari pekerjaan yang inline dengan cita-cita kita.
Mengapa kita tidak memilih yang nomor satu? Mengapa kita tidak meng-inline-kan saja pikiran dan perasaan kita dengan niat dan pekerjaan yang sedang kita lakukan. Kita yakini saja dengan gembira bahwa Tuhan akan selalu mengabulkan do’a dan niat kita, terlepas dari apapun pekerjaan kita saat ini. Lakukan saja tugas dan pekerjaan kita saat ini dengan sebaik-baiknya dengan keyakinan pekerjaan inipun bisa membawa kita kepada cita-cita kita.
Jika pada akhirnya memang pekerjaan yang sedang kita lakukan ini tidak membawa kita kepada cita-cita tersebut, yakinlah bahwa Tuhan akan menyiapkan “jalan lain”, mungkin pekerjaan sampingan, mungkin kita dapat bonus, mungkin kita dapat rezeki dari tempat yang kita tidak duga.
Dalam Al-Quran, surat Ath-Thalaq ayat 2-3: “…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Jadi, mulainya memang harus selalu dari diri kita, dan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, ada peran kita di dalamnya. Berarti, kalau kita mengalami kejadian buruk, langkah pertama adalah introspeksi, periksa kembali diri kita, pasti kita pernah meniatkan hal tersebut sebelumnya. Jika sudah ketemu, ber-istighfar-lah, mohon ampun kepada Tuhan. Dengan demikian kita me-reset kembali do’a yang kita ucapkan atau niatkan secara tidak sengaja tersebut sambil berniat dan berdo’a yang baik-baik serta berpikir, merasa, dan bertindak yang inline dengan niat kita itu.
Apakah kita merasa dunia hari ini kacau? Kembali introspeksi diri, pasti ada peran kita dalam kekacauan dunia ini.
Mari ber-istighfar, kemudian kita berdo’a dan meniatkan hal-hal yang baik tentang dunia ini, lalu gembirakanlah perasaan kita, lakukan perbuatan dan pekerjaan yang baik-baik. Akhirnya, mari kita sambut dunia yang lebih baik. Amiin.
[…] to share my feelings « Menyatukan Niat, Pikiran, Perasaan, dan Perbuatan Pemilik Domain, Name Server, MX Record, dan Subdomain itb.ac.id dan detik.com […]